Hukum I Newton : benda akan tetap diam atau bergerak lurus bila tidak ada gaya yang bekerja padanya atau jumlah resultan gayanya sama dengan nol. hukum ini juga disebut sebagai hukum kelembaman. ya. aku mencoba melawan kelembamanku. agar aku tidak menjadi manusia yang diam atau hanya bergerak stabil tanpa ada perubahan dan karya dalam hidupku. aku tidak mau BERGAYA NOL!! SMANGAAAAAATTTTTT!!!!!!!

tarbiyah is never end!!

tarbiyah is never end!!

Ahlan wa Sahlan yaa Akhy wa Ukhty...

salam ukhuwah..
semoga blog ini bisa menjadi media silaturrahim dan bermanfaat di jalan kebaikan.

saling mengingatkan di kala lupa dan menasehatkan tatkala khilaf..

marilah kita berusaha mendapatkan 5 hal melalui 5 jalan :
1. berkah rezeki akan diperoleh melalui shalat dhuha
2. cahaya dalam kubur melalui shalat tahajjud
3. kemudahan dalam menjawab pertanyaan mungkar dan nakir melalui membaca al-Qur'an
4. kemudahan melintasi shiratal mustaqim melalui shaum dan shodaqoh
5. mendapat perlindungan arsy Ilahi pada hari hisab melalui dzikrullah

insya Allah,. semoga kita dipertemukanNYA di syurga kelak. aamiin... (^o^)//

Senin, 26 April 2010

cuma bertahan sepekan sajakah??

hari ini tepat sudah
seminggu

saat itu ku akui kesalahanku dan ku bersimpuh di sisi tubuhnya yang tengah terbaring
aku minta maaf atas semuanya

berderai air mata aku bicara
dan akhirnya, kami kembali berbaikan...
hubungan darah kami yang begitu dekat justru menyisakan konflik-konflik yang terkadang berkepanjangan

namun kini..?
sikapmu sudah kembali berubah, Ibu..?

ada apa denganmu....?

Jumat, 16 April 2010

entahlah...

aku tak mengerti
sungguh
makna apa yang tersirat dalam kalbu

apa untuk mencandaiku?
atau lagi lagi, sebagai buah dari tingkah laku absurd-mu?

aku benar benar bingung
apa yang harus ku perbuat?

semoga ini untuk terakhir kalinya hatiku membara...

Rabu, 07 April 2010

kapan engkau akan berubah, saudaraku..?

tulisan ini ku tujukan kepada seorang saudara seiman di bumi Allah...

sahabat, terima kasih engkau telah mengisi hari-hariku,.
terima kasih engkau telah mewarnai hidupku menjadi indah dan ceria...
terima kasih karena engkau telah mengajarkan aku banyak hal...

engkau yang selalu sabar menungguku pulang...
engkau yang tak pernah letih menemani kesendirianku...
engkau yang membuat aku lebih percaya diri dan berani menatap dunia...
engkau yang menyadarkan aku betapa aku layak untuk dicintai......
engkaulah yang membuatku bahagia selama ini....

ingatkah ketika engkau mengajarkan aku pertama kalinya cara naik bus trans-jakarta..?
engkau pula yang mengatakan "kalau kamu tersesat, jangan takut, cari saja terminal, lalu cari bus pulang ke bekasi.."
engkau yang peduli dan penuh perhatian pada tiap permasalahan dan keletihanku..
engkau jua yang memberiku kesan terindah dalam hubungan kita..

engkau dan aku,.
kata orang, kita berdua sulit dipisahkan..
selalu terlihat serasi berdua dan saling menyayangi satu sama lain...

engkau dan aku,.
yang bahkan orangtua kita sangat saling menerima kebersamaan kita..
aku ingin kita selamanya bersama......

tapi sahabat,.
engkau mengkhianatiku..
kau gores hatiku dengan sebilah clurit tajam..
sampai karena perbuatanmu, mataku sembab berlinang air mata...
aku bahkan malu kuliah dengan kondisi wajahku yang memerah kala itu..

teganya engkau....

padahal engkau sangat ku percaya
dan engkau sungguh telah tahu segala tentang aku
beginikah caramu menunjukkan sayangmu padaku..?
dengan perbuatan yang beginikah...?

namun biarlah...
ku anggap ini teguran untukku yang telah terlalu menyayangimu,.
bahkan mungkin kebersamaan kita membuat aku melupakan dunia
dan kupikir, dengan peristiwa ini, Allah ingin mengingatkan aku betapa Ia cemburu...
pada kita.

aku mencoba ikhlas atas perbuatanmu padaku..

ku coba melupakannya perlahan..
dan aku berhasil.
aku bisa hidup tanpamu!
ternyata aku bisa menjalani hariku dengan caraku sendiri..
aku laksana bayi yang terlahir kembali...
gembira rasanya hati ini

walaupun memang, ku akui,.
kadang aku menyesali akhir hubungan kita harus se-tragis itu..
aku kecewa dengan kerusakan jalinan silaturrahim kita..

ah, mau bagaimana lagi...
hatiku terlanjur sakit
dan akupun telah letih berpura-pura menerimamu kembali....


**********************************************************************
tak terasa kawan,.
peristiwa itu telah berlalu beberapa waktu..

kini aku telah bangkit,.
aku sekarang sudah kuat
aku mandiri!!!

dan rasanya, engkaupun telah nyaman dengan perpisahan kita
betul kan..?
ku lihat hidupmu bahagia sekali tanpa aku..?
ya baguslah.
engkau memang harus bangkit!
karena potensimu sangat besar dan harus dikembangkan.

tapi malam ini...................
hatiku tertohok saat mengetahui kenyataan pahit tentangmu.........


engkau.
engkau saudaraku,. belahan jiwaku,.
engkau lagi lagi mengulangi perbuatan burukmu itu.
JAHAT!!!

mau sampai kapan engkau begitu..?
mau berapa banyak lagi yang kau jadikan korban...????


memang itu hakmu
kau bebas berbuat apa saja
tapi sahabat,.
sungguh karena aku masih peduli padamu
bagaimanapun engkau pernah mengisi hariku,.
aku tak rela engkau terjerumus sedalam ini dalam lembah
aku ingin menarikmu keluar..
tapi aku tak sanggup..
bila kau tak ada niat dan keyakinan untuk menjadi saudaraku seutuhnya..
maafkan aku
mungkin aku yang terlalu lemah untuk membangunkanmu dari mimpi buruk ini
namun pintaku,.
satu saja...

tolong,.
jangan sakiti saudara-saudaraku yang lain.
bisa kan..?

tentang PENDIDIKAN kita

Di tengah-tengah hutan belantara Sumatera berdirilah sebuah sekolah untuk para binatang dengan status “disamakan dengan manusia”, sekolah ini dikepalai oleh seorang manusia. Karena sekolah tersebut berstatus “disamakan”, maka tentu saja kurikulumnya juga harus mengikuti kurikulum yang sudah standar dan telah ditetapkan untuk manusia.

Kurikulum tersebut mewajibkan bahwa untuk bisa lulus dan mendapatkan ijazah ; setiap siswa harus berhasil pada lima mata pelajaran pokok dengan nilai minimal 8 pada masing-masing mata pelajaran. Adapun kelima mata pelajaran pokok tersebut adalah; Terbang, Berenang, Memanjat, Berlari dan Menyelam.

Mengingat bahwa sekolah ini berstatus “Disamakan dengan manusia”, maka para binatang berharap kelak mereka dapat hidup lebih baik dari binatang lainya, sehingga berbondong-bondongl ah berbagai jenis binatang mendaftarkan diri untuk bersekolah disana; mulai dari; Elang, Tupai, Bebek, Rusa dan Katak.

Proses belajar mengajarpun akhirnya dimulai, terlihat bahwa beberapa jenis binatang sangat unggul dalam mata pelajaran tertentu; Elang sangat unggul dalam pelajaran terbang; dia memiliki kemampuan yang berada diatas binatang-binatang lainnya dalam hal melayang di udara, menukik, meliuk-liuk, menyambar hingga bertengger di dahan sebuah pohon yang tertinggi.

Tupai sangat unggul dalam pelajaran memanjat; dia sangat pandai, lincah dan cekatan sekali dalam memanjat pohon, berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Hingga mencapai puncak tertinggi pohon yang ada di hutan itu.

Sementara bebek terlihat sangat unggul dan piawai dalam pelajaran berenang, dengan gayanya yang khas ia berhasil menyebrangi dan mengitari kolam yang ada didalam hutan tersebut.

Rusa adalah murid yang luar biasa dalam pelajaran berlari; kecepatan larinya tak tertandingi oleh binatang lain yang bersekolah di sana . Larinya tidak hanya cepat melainkan sangat indah untuk dilihat.

Lain lagi dengan Katak, ia sangat unggul dalam pelajaran menyelam; dengan gaya berenangnya yang khas, katak dengan cepatnya masuk kedalam air dan kembali muncul diseberang kolam.

Begitulah pada mulanya mereka adalah murid-murid yang sangat unggul dan luar biasa dimata pelajaran tertentu. Namun ternyata kurikulum telah mewajibkan bahwa mereka harus meraih angka minimal 8 di semua mata pelajaran untuk bisa lulus dan mengantongi ijazah.

Inilah awal dari semua kekacauan.itu; Para binatang satu demi satu mulai mempelajari mata pelajaran lain yang tidak dikuasai dan bahkan tidak disukainya.

Burung elang mulai belajar cara memanjat, berlari, namun sayang sekali untuk pelajaran berenang dan menyelam meskipun telah berkali-kali dicobanya tetap saja ia gagal; dan bahkan suatu hari burung elang pernah pingsan kehabisan nafas saat pelajaran menyelam.

Tupaipun demikian; ia berkali-kali jatuh dari dahan yang tinggi saat ia mencoba terbang. Alhasil bukannya bisa terbang tapi tubuhnya malah penuh dengan luka dan memar disana-sini.

Lain lagi dengan bebek, ia masih bisa mengikuti pelajaran berlari meskipun sering ditertawakan karena lucunya, dan sedikit bisa terbang; tapi ia kelihatan hampir putus asa pada saat mengikuti pelajaran memanjat, berkali-kali dicobanya dan berkali-kali juga dia terjatuh, luka memar disana sini dan bulu-bulunya mulai rontok satu demi satu.

Demikian juga dengan binatang lainya; meskipun semua telah berusaha dengan susah payah untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dari pagi hingga malam, namun tidak juga menampakkan hasil yang lebih baik.

Yang lebih menyedihkan adalah karena mereka terfokus untuk dapat berhasil di mata pelajaran yang tidak dikuasainya; perlahan-lahan Elang mulai kehilangan kemampuan terbangnya; tupai sudah mulai lupa cara memanjat, bebek sudah tidak dapat lagi berenang dengan baik, sebelah kakinya patah dan sirip kakinya robek-robek karena terlalu banyak berlatih memanjat. Katak juga tidak kuat lagi menyelam karena sering jatuh pada saat mencoba terbang dari satu dahan ke dahan lainnya. Dan yang paling malang adalah Rusa, ia sudah tidak lagi dapat berlari kencang, karena paru-parunya sering kemasukan air saat mengikuti pelajaran menyelam.

Akhirnya tak satupun murid berhasil lulus dari sekolah itu; dan yang sangat menyedihkan adalah merekapun mulai kehilangan kemampuan aslinya setelah keluar dari sekolah. Mereka tidak bisa lagi hidup dilingkungan dimana mereka dulu tinggal, ya.... kemampuan alami mereka telah terpangkas habis oleh kurikulum sekolah tersebut. Sehingga satu demi satu binatang-binatang itu mulai mati kelaparan karena tidak bisa lagi mencari makan dengan kemampuan unggul yang dimilikinya. .

Tidakkah kita menyadari bahwa sistem persekolahan manusia yang ada saat inipun tidak jauh berbeda dengan sistem persekolahan binatang dalam kisah ini. Kurikulum sekolah telah memaksa anak-anak kita untuk menguasai semua mata pelajaran dan melupakan kemampuan unggul mereka masing-masing. Kurikulum dan sistem persekolahan telah memangkas kemampuan alami anak-anak kita untuk bisa berhasil dalam kehidupan menjadi anak yang hanya bisa menjawab soal-soal ujian.


Akankah nasib anak-anak kita kelak juga mirip dengan nasib para binatang yang ada disekolah tersebut?


Bila kita kaji lebih jauh produk dari sistem pendidikan kita saat ini bahkan jauh lebih menyeramkan dari apa yang digambarkan oleh fabel tersebut; bayangkan betapa para lulusan dari sekolah saat ini lebih banyak hanya menjadi pencari kerja dari pada pencipta lapangan kerja, betapa banyak para lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang digelutinya selama bertahun-tahun, sebuah pemborosan waktu, tenaga dan biaya. Betapa para lulusan sekolah tidak tahu akan dunia kerja yang akan dimasukinya, jangankan kemapuan keahlian, bahkan pengetahuan saja sangatlah pas-pasan, betapa hampir setiap siswa lanjutan atas dan perguruan tinggi jika ditanya apa kemampuan unggul mereka, hampir sebagian besar tidak mampu menjawab atau menjelaskannya.

Begitupun setelah mereka berhasil mendapatkan pekerjaan, berapa banyak dari mereka yang tidak memberikan unjuk kerja yang terbaik serta berapa banyak dari mereka yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaanya.

Belum lagi kita bicara tentang carut marut dunia pendidikan yang kerapkali dihiasi tidak hanya oleh tawuran pelajar melainkan juga tawuran mahasiswa. Luar biasa “Maha Siswa” julukan yang semestinya dapat dibanggakan dan begitu agung karena Mahasiswa adalah bukan siswa biasa melainkan siswa yang “Maha”. Namun nyatanya ya Tawuran juga. Masihkah kita bisa berharap dari para pelajar kita yang seperti ini. Dan seperti apa potret negeri kita kedepannya dengan melihat potret generasi penerusanya saat ini?

Apa yang menjadi biang keladi dari kehancuran sistem pendidikan di negeri ini...?
1. Sistem yang tidak menghargai proses
Belajar adalah proses dari tidak bisa menjadi bisa. Hasil akhir adalah buah dari kerja setiap proses yang dilalui. Sayangnya proses ini sama sekali tidak dihargai; siswa tidak pernah dinilai seberapa keras dia berusaha melalui proses. Melainkan hanya semata-mata ditentukan oleh ujian akhir. Keseharian siswa dalam belajar tidak ada nilainya, jadi wajar saja apa bila suatu ketika ada siswa yang berkata bahwa yang penting ujian akhir bisa, gak perlu masuk setiap hari.

2. Sistem yang hanya mengajari anak untuk menghafal bukan belajar dalam arti sesunguhnya
Apa beda belajar dengan menghafal; Produk dari sebuah pembelajaran kemampuan atau keahlian yang dikuasai terus menerus. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat anak belajar sepeda. Mulai dari tidak bisa menjadi bisa, dan setelah bisa ia akan bisa terus sepanjang masa. Sementara produk dari menghafal adalah ingatan jangka pendek yang dalam waktu singkat akan cepat dilupakan. Perbedaan lain bahwa belajar membutuhkan waktu lebih panjang sementara menghafal bisa dilakukan hanya dalam 1 malam saja. Padahal pada hakekatnya Manusia dianugrahi susunan otak yang paling tinggi derajadnya dibanding mahluk manapun didunia. Fungsi tertinggi dari otak manusia tersebut disebut sebagai cara berpikir tingkat tinggi atau HOT; yang direpresentasikan melalui kemampuan kreatif atau bebas mencipta serta berpikir analisis-logis; sementara fungsi menghafal hanyalah fungsi pelengkap. Keberhasilan seorang anak kelak bukan ditentukan oleh kemampuan hafalannya melainkan oleh kemampuan kreatif dan berpikir kritis analisis.

3. Sistem sekolah yang berfokus pada nilai
Nilai yang biasanya diwakili oleh angka-angka biasanya dianggap sebagai penentu hidup dan matinya seorang siswa. Begitu sakral dan gentingnya arti sebuah nilai pelajaran sehingga semua pihak mulai guru, orang tua dan anak akan merasa rasah dan stress jika melihat siswanya mendapat nilai rendah atau pada umumnya dibawah angka 6 (enam).

Setiap orang dikondisikan untuk berlomba-lomba mencapai nilai yang tinggi dengan cara apapun tak perduli apakah si siswa terlihat setangah sekarat untuk mencapainya. Nyatanya toh dalam kehidupan nyata, nilai pelajaran yang begitu dianggung-anggungka n oleh sekolah tersebut tidak berperan banyak dalam menentukan sukses hidup seseorang. Dan lucunya sebagian besar kita dapati anak yang dulu saat masih bersekolah memiliki nilai pas-pasan atau bahkan hancur, justru lebih banyak meraih sukses dikehidupan nyata.

Mari kita ingat-ingat kembali saat kita masih bersekolah dulu; betapa bangganya seseorang yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya anak yang medapat nilai rendah; dan bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, biasanya guru menggunakan tinta dengan warna yang lebih menyala dan mencolok mata.

Sementara jika kita kaji lagi; apakah sesungguhnya representasi dari sebuah nilai yang diagung-agungkan disekolah itu...? Nilai sesungguhnya hanyalah representasi dari kemampuan siswa dalam “menghapal” pelajaran dan terkadang ada juga “subjektifitas” guru yang memberi nilai tersebut terhadap siswanya.

Meskipun kerapkali guru menyangkalnya, cobalah anda ingat-ingat; berapa lama anda belajar untuk mendapatkan nilai tersebut; apakah 3 bulan...? 1 bulan..? atau cukup hanya semalam saja..? Kemudian coba ingat-ingat kembali, jika dulu saat bersekolah, ada diantara anda yang pernah bermasalah dengan salah seorang guru; apakah ini akan mempengaruhi nilai yang akan anda peroleh..?

Jadi mungkin sangat wajar; meskipun kita banyak memiliki orang “pintar” dengan nilai yang sangat tinggi; negeri ini masih tetap saja tertinggal jauh dari negara-negara maju. Karena pintarnya hanya pintar menghafal dan menjawab soal-soal ujian.

4. Sistem pendidikan yang Seragam-sama untuk setiap anak yang berbeda-beda
Siapapun sadar bahwa bila kita memiliki lebih dari 1 atau 2 orang anak; maka bisa dipastikan setiap anak akan berbeda-beda dalam berbagai hal. Andalah yang paling tahu perbedaan-perbedaan ya. Namun sayangnya anak yang berbeda tersebut bila masuk kedalam sekolah akan diperlakukan secara sama, diproses secara sama dan diuji secara sama.

Menurut hasil penelitian Ilmu Otak/Neoro Science jelas-jelas ditemukan bahwa satiap anak memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda. Mulai dari Instingtif otak kiri dan kanan, Gaya Belajar dan Kecerdasan Beragam. Sementara sistem pendidikan seolah-oleh menutup mata terhadap perbedaan yang jelas dan nyata tersebut yakni dengan mengyelenggaraan sistem pendidikan yang sama dan seragam. Oleh karena dalam setiap akhir pembelajaran akan selalu ada anak-anak yang tidak bisa/berhasil menyesuaikan dengan sistem pendidikan yang seragam tersebut.

5. Sekolah adalah Institusi Pendidikan yang tidak pernah mendidik
Sekilas judul ini tampaknya membingungkan; tapi sesungguhnya inilah yang terjadi pada lembaga pendidikan kita.

Apa beda mendidik dengan mengajar...?

Ya.. tepat!, mendidik adalah proses membangun moral/prilaku atau karakter anak sementara mengajar adalah mengajari anak dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak bisa menjadi bisa.

Produk dari pengajaran adalah terbangunnya cara berpikir kritis dan kreatif yang berhubungan dengan intelektual sementara produk dari pendidikan adalah terbangunnya prilaku/akhlak yang baik.

Ya..! memang betul dalam kurikulum ada mata pelajaran Agama, Moral Pancasila, Civic dan sebagainya namun dalam aplikasinya disekolah guru hanya memberikan sebatas hafalan saja; bukan aplikasi di lapangan. Demikian juga ujiannya dibuat berbasiskan hafalan; seperti hafalan butir-butir Pancasila dsb. Tidak berdasarkan aplikasi siswa dilapangan seperti praktek di panti-panti jompo; terjun menjadi tenaga sosial, dengan sistem penilaian yang berbasiskan aplikasi dan penilaian masyarakat (user base evaluation).

Bayangkan pernah ada suatu ketika sebuah sekolah SD yang gedungnya bersebelahan dengan rumah penduduk, dan saat itu mereka sedang belajar tentang pendidikan moral, sementara persis di sebelah sekolah tersebut sedang ada yang meninggal dunia, namun anehnya tak ada satupun dari sekelah tersebut yang datang mengirim utusan untuk berbela sungkawa di rumah tersebut. Alih-alih sekolahnya malah ribut sehingga ketua RW setempat sempat menegur pihak sekolah atas kejadian tersebut.

Mungkin wajar saja jika anak-anak kita tidak pernah memiliki nilai moral yang tertanam kuat di dalam dirinya; melainkan hanya nilai moral yang melintas semalam saja dikepalanya dalam rangka untuk dapat menjawab soal-soal ujian besok paginya.

Artikel ini di ambil dari Tulisan Dr. Thomas Amstrong, pemerhati dan praktisi Pendidikan Berbasis Multiple Intelligence dari AS, yang dibuat sekitar tahun 1990an dan telah disesuaikan dengan konteks Indonesia saat ini.

Mari kita renungkan bersama dengan hati dan nurani kita yang terdalam dan mari kita ambil hikmahnya.

Sumber: Buku Ayah Edy Judul: I love you Ayah, Bunda Penerbit: Hikmah, Mizan Group
-milist sebelah-

Sabtu, 03 April 2010

Kamis, 01 April 2010

kangen mama


begitu ku rindu canda tawamu, ibu...

rasanya sungguh tersiksa kala engkau mendiamkan aku...

engkau yang biasa memelukku dengan kesediaan mendengarkan celotehanku di saat pulang
engkau yang menatapku penuh kecemasan ketika aku terluka
engkau.... hanya engkau...

ibu,..
bagaimana caraku agar senyummu kembali...?
maafkan salahku, ibu..
sungguh aku tak paham penyebab marahmu padaku..
mungkin aku terlalu tak dapat menyadari resahmu, tapi berikan aku petunjuk, ibu..
aku ingin kau kembali di sisiku..

maka ampuni aku, si buah hatimu....





NB : untuk mama,. lisa bener2 bingung dengan perubahan sikap mama. apakah mama takut kehilangan lisa...??

rekan,.

siapa yang punya??

Foto saya
Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
aku,. adalah muslimah yang selalu berusaha mendapatkan ridho Allah dalam setiap gerak langkah.. biarlah usiaku singkat, asalkan karya juangku bisa membuat Islam bangga.. asalkan dapat ku mahkotai kedua orangtuaku di syurgaNya kelak.. biarlah nafasku terhenti dini,. asalkan dapat ku tutup mata dengan asyhadu an-laa ilaaha illallah... (aamin..)